Pemberian tingkat
Suku bunga deposito yang tinggi sebenarnya tidak selalu menguntungkan bagi nasabah. Pasalnya, di balik bunga deposito yang tinggi, nasabah harus menanggung risiko karena dana tersebut tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dewan Komisioner LPS C Heru Budiargo menjelaskan, pemberian suku bunga deposito yang tinggi di atas suku bunga penjaminan (LPS rate) menyebabkan pergeseran dana dari bank yang sehat ke bank yang kurang sehat.
"LPS melihat pemberian suku bunga yang lebih tinggi ini menyebabkan bergulirnya dana dari bank sehat ke bank yang kurang sehat," ungkapnya dalam acara konferensi pers di Kantor LPS, Jakarta, Kamis (2/2/2012).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bank yang kurang sehat biasanya menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi. LPS sendiri telah menetapkan LPS rate untuk mengurangi moral hazard di industri perbankan, melalui penetapan suku bunga deposito yang tinggi.
"Bunga yang tinggi ini membuat nasabah yang diuntungkan secara tidak wajar, jadi tidak layak bayar saat bank bermasalah dan dilikuidasi," tukasnya.
Dari data LPS, tercatat dari sekira Rp1 triliun dana simpanan masyarakat di 46 bank yang dilikuidasi sejak 2006, tercatat sebanyak Rp670 miliar layak bayar, dan sebanyak Rp445 miliar masuk kategori tidak layak bayar.
"Dari yang tidak layak bayar, sebesar Rp220 miliar karena saldonya melebihi saldo maksimal yang masuk penjaminan LPS. Sisa Rp225 miliar lagi, sampai 91 persen penyebab utamanya karena nasabah memperoleh hasil bunga di atas penjaminan LPS," pungkasnya.
Sebagai informasi saat ini LPS rate ditetapkan sebesar 6,5 persen untuk bank umum, dan 9,5 persen untuk Bank Perkreditan Rakyat. Adapun, rekening nasabah yang akan dijamin LPS adalah yang nilainya tidak melampaui Rp2 miliar dan masuk dalam suku bunga penjaminan tersebut.